PENERAPAN
PROSEDUR PEMBELAJARAN KONSEP
A.
Mengapa Belajar Konsep
Belajar konsep merupakan hasil utama
pendidikan. Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun (building blocks)
berfikir. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih
tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk
memecahkan masalah seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang relevan,
dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya.
B.
Definisi dan Berbagai Macam Konsep
Tidak ada satu pun definisi yang dapat
mengungkapkan arti yang kaya dari konsep atau berbagai macam konsep-konsep yang
diperoleh siswa. Oleh karena konsep-konsep itu merupakan penyajian-penyajian
internal dari sekelompok stimulus-stimulus, konsep-konsep itu tidak dapat
diamati; konsep-konsep harus disimpulkan dari perilaku, walaupun kita dapat
memberikan suatu definisi verbal dari hubungan antara konsep itu dengan
konsep-konsep yang lain.
Hal yang harus disadari saat ini adalah
pentingnya belajar konsep tentang sesuatu. Konsep yang dimaksud disini tidak
lain dari kategori-kategori yang kita berikan dari stimulus atau rangsangan
yang ada di lingkungan kita. Konsep yang ada di dalam struktur kognitif
individu merupakan hasil dari pengalaman yang ia peroleh. Jika keadaannya
demikian, sebagian konsep yang dimiliki individu merupakan hasil dari proses
belajar yang mana proses hasil dari proses belajar ini akan menjadi pondasi
(building blocks) dalam struktur berpikir individu. Konsep-konsep inilah yang dijadikan
dasar oleh seseorang dalam memecahkan masalah, mengetahui aturan-aturan yang
relevan, dan hal-hal lain yang ada keterkaitannya dengan apa yang harus
dilakukan individu.
Definisi konsep menurut sebagian besar orang
adalah sesuatu yang diterima dalam pikiran atau ide yang umum dan abstrak.
Menurut salah satu ahli, konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili suatu
kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang
sama.
Macam-macam konnsep yang kita pelajari tidak
terbatas. Konsep panas sangat berbeda dari konsep relativitas dalam beberpa
dimensi. Flavel (1970) menyarankan bahwa konsep-konsep dapat berbeda dala, tuuh
dimensi, yaitu:
1.
Atribut
Setiap konsep memiliki sejumlah atribut yang
berbeda. Contoh-contoh konsep harus mempunyai atribut-atribut yang relevan;
termasuk juga atribut-atribut yang tidak relevan, contohnya konsep meja.
2.
Struktur
Struktur menyangkut cara terkaitnya atau
tergabungnya atribut-atribut itu. Ada tiga macam struktur yang dikenal yaitu;
konsep-konsep konjuktif adalah konsep-konsep dimana terdapat dua konsep
contonya, wanita yang main dalam film dimana atributnya ialah wanita dan main
dalam film. Konsep-konsep disjunktif adalah konsep-konsep dimana satu dari dua
atau lebih sifat-sifat harus ada contohnya konsep seorang paman yang merupakan
kakak dari ibu atau ayah. Konsep-konsep relasional menyatakan hubungan tertentu
antara atribut-atribut konsep. Kelas social adalah suatu contoh dari konsep relasional. Kelas social
ditentukan oleh hubungan antara pendapatan, pendidikan, jabatan atau pekerjaan,
dan factor-faktor lainnya.
3.
Keabstrakan
Konsep-konsep dapat dilihat dan konkrit, atau
konsep-konsep itu terdiri dari konsep-konsep lain.
4.
Keinklusifan
Konsep ini ditujukan pada jumlah contoh-contoh
yang terlibat dalam konsep itu.
5.
Generalitas atau keumuman
Bila diklasifikasikan, konsep-konsep dapat
berbeda dalam posisi superordinat atau subordinat.
6.
Ketepatan
Ketepatan suatu konsep menyangkut apakah ada
sekumpulan aturan-aturan untuk membedakan contoh-contoh dari
noncontoh-noncontoh suatu konsep.
7.
Kekuatan (power)
Kekuatan suatu konsep ditentukan oleh sejauh
mana orang setuju, bahwa konsep itu penting.
Menurut Rosser (1984), konsep adalah suatu
abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek , kejadian-kejadian,
kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut yang
sama. Oleh karena orang mengalami stimulus-stimulus yang berbeda, orang
membentuk konsep sesuai dengan pengelompokkan stimulus-stimulus dengan ccara
tertentu. Secara singkat dapat kita katakan, bahwa suatu konsep merupakan suatu
abstraksi mental yang mewakili suatu kelas stimulus-stimulus. Kita
menyimpulkan, bahwa suatu konsep telah dipelajari, bila yang diajar dapat
menampilkan perilaku-perilaku tertentu.
C.
Perolehan Konsep-Konsep
Menurut Ausubel (1968), konsep-konsep
diperoleh dengan dua cara yaitu formasi konsep (concept formation) dan
asimilasi konsep (concept asimilasi). Formasi konsep terutama merupakan bentuk
perolehan konsep-konsep sebelum anak-anak masuk sekolah. Sedangkan asimilasi
konsep merupakan cara utama untuk memperoleh konsep-konsep selama dan sesudah
sekolah.
Pendekatan pembelajaran perolehan konsep
adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami
suatu konsep tertentu.
Pendekatan pembelajaran ini dapat diterapkan
untuk semua umur, dari anak-anak sampai orang dewasa. Untuk taman kanak-kanak,
tentunya, pendekatan ini dapat digunakan untuk memperkenalkan konsep yang
sederhana. Misalnya konsep binatang, tumbuhan, dan lain-lain. Pendekatan ini,
lebih tepat digunakan ketika penekanan pembelajaran lebih dititikberatkan pada
mengenalkan konsep baru, melatih kemampuan berpikir induktif dan melatih
berpikir analisis.
Suatu konsep diperoleh melalui tiga tahap
yaitu:
a.
Pertama adalah tahap kategorisasi, yaitu upaya mengkategorikan sesuatu
yang sama atau tidak sesuai dengan konsep yang diperoleh.
b.
Masuk ketahap selanjutnya, setelah kategori yang tidak sesuai
disingkirkan, dan kategori-kategori yang sesuai digabungkan sehingga membentuk
suatu konsep (concept formation). Setelah itu, suatu konsep tertentu baru dapat
disimpulkan.
c.
Tahap terakhir inilah yang dimaksud dengan perolehan konsep.
Melalui model ini, perolehan konsep didasarkan
pada kondisi reseptif siswa dan sifatnya lebih langsung.
1.
Pembentukan Konsep
Pembentukan konsep merupakan proses induktif.
Bila anak dihadapkan pada stimulus-stimulus, lingkungan, ia mengabstraksi
sifat-sifat tertentu atau atribut-atribut tertentu yang sama dari berbagai
stimulus-stimulus. Pembentukan konsep merupakan suatu bentuk belajar penemuan
(discovery learning), paling sedikit dalam bentuk primitive yang melibatkan
proses-proses psikologi seperti analisis diskriminatif, abstraksi,
diferensiasi, pembentukan (generation) hipotesis dan pengujian (testing), dan
generalisasi. Pembentukan konsep ini juga ditujukan oleh orang-orang yang lebih
tua dalam situasi-situasi kehidupan nyata dan dalam laboratorium, tetapi dengan
tingkat sofistifikasi yang lebih tinggi.
2.
Asimilasi Konsep
Asimilasi konsep merupakan proses deduktif,
dimana anak-anak diharapkan belajar banyak konsep melalui proses asimilasi
konsep. Untuk memperoleh konsep-konsep melalui proses asimilasi, orang yang
belajar harus sudah memperoleh definsi formal dari suatu kata menunjukkan
kesamaan-kesamaan (commonalities) dengan konsep tertentu dan membedakan kata
itu dari konsep-konsep lain.
Walupun kedua bentuk belajar konsep ini
efektif, pembentukan konsep lebih memakan waktu daripada asimilasi konsep.
Dengan mempertimbangkan, bahwa begitu banyak konsep yang harus dipelajari siswa
selama sekolah, penggunaan berlebihan dari metoda penemuan hendaknya dibatasi.
D.
Penjelasan Teroritis Tentang Belajar Konsep
1.
Pendekatan Perilaku
Bagi para penganut teori perilaku, dasar
belajar konsep, seperti juga bentuk-bentuk belajar yang lain, ialah asosiasi
stimulus dan respons. Perbedaan utama antara belajar konsep dan
belajar-bellajar yang lain ialah dalam belajar konsep anak yang belajar
memberikan suatu respons terhadap sejumlah stimulus yang berbeda, jadi bukan
memberikan satu respon terhadap satu stimulus.
Bagi para pengikut teori-teori perilaku,
belajar konsep melibatkan perubahan-perubahan kuantitatif. Perubahan-perubahan
itu terdiri atas; penambahan lebih banyak stimulus pada suatu respon yang sudah
dipelajari dan peningkatan jumlah berbagai hubungan S—R.
Para perilakuwan menekankan aspek-aspek yang
dapat diamati dari situasi sebagai factor-faktor penting dalam belajar konsep. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa belajar konsep dipengaruhi oleh factor-faktor
berikut:
a.
Pola reinforsemen dan umpan balik
b.
Jumlah contoh-contoh positif dan negative
c.
Jumlah atribut-atribut
2.
Pendekatan-pendekatan Kognitif
Penedekatan-pendekatan kognitif tentang
belajar memusatkan pada proses perolehan konsep-konsep, pada sifat dari
konsep-konsep, dan pada bagaimana konsep-konsep itu disajikan dalam struktur
kognitif. Walaupun para teoriwan kognitif memikirkan kondisi-kondisi yang
memperlancar pembentukan konsep, penekanan mereka ialah pada proses-proses
internal yang digunakan dalam belajar konsep-konsep.
Studi-studi kognitif tentang perolehan konsep
telah memperlihatkan beberapa penemuan sebagai yang dikemukakan dibawah ini.
a.
Konsep-konsep konjunktif lebih mudah dipelajari daripada konsep-konsep
disjunktif atau konsep-konsep relasioonal.
b.
Belajar konsep lebih mudah dengan menggunakan paradigm selektif daripada
paradigma reseptif.
3.
Beberapa Pendekatan Dewasa Ini
Dalam bukunya “Principles of Intructional
Design” (1988) Gagne menyarankan kondisi-kondisi berikut yyang dibutuhkan untuk
belajar konsep-konsep konkrit.
Kondisi internal: siswa harus dapat membedakan
contoh suatu konsep dan noncontoh suatu
konsep. Jika digunakan instruksi verbal, subyek sudah harus ada sebelumnya
mempelajari nama verbal. Siswa harus mengingat kembali diskriminasi maupun nama
verbal
Kondisi eksternal: isyarat-isyarat verbal
merupakan cara-cara utama dalam mengajar konsep-konsep konkrit.
E.
Tingkat-Tingkat Pencapaian Konsep
Pengembangan konsep-konsep melalui satu seri
tingkatan. Kita mencapai konsep-konsep pada tingkat-tingkat yang berbeda.
Konsep-konsep yang berbeda dipelajari pada usia-usia yang berbeda. Klausmeier
(1977) menghipotesiskan ada empat tingkat pencapaian konsep, yaitu :
1. Tingkat konkret
Tingkat konkret ditandai dengan adanya
pengenalan anak terhadap suatu benda yang pernah ia kenal. Contohnya pada suatu
saat anak bermain kelereng dan pada waktu yang lain dengan tempat yang berbeda
ia menemukan lagi kelereng, lalu ia bisa mengidentifikasi bahwa itu adalah
kelereng maka anak tersebut sudah mencapai tingkat konkret.
2. Tingkat identitas
Pada tingkat identitas seseorang dapat
dikatakan telah mencapai tingkat konsep identitas apabila ia mengenal suatu
objek setelah selang waktu tertentu, memiliki orientasi ruang yang berbeda
terhadap objek itu, atau bila objek itu ditentukan melalui suatu cara indra
yang berbeda. Misalnya mengenal kelereng dengan cara memainkannya, bukan hanya
dengan melihatnya lagi.
3. Tingkat klasifikatori
Tingkat klasifikatori dapat digambarkan anak
sudah mampu mengenal persamaan dari contoh yang berbeda tetapi dari kelas yang
sama. Misalnya anak mampu membedakan antara apel yang masak dengan apel yang
mentah.
4. Tingkat formal
Pada tingkatan formal anak sudah mampu
membatasi suatu konsep dengan konsep lain, membedakannya, menentukan ciri-ciri,
memberi nama atribut yang membatasinya, bahkan sampai mengevaluasi atau
memberikan contoh secara verbal.
F. Menentukan Konsep-Konsep yang akan
Diajarkan
Dalam menentukan konsep yang akan diajarkan,
ada beberapa sumber yang perlu kita ketahui, yaitu:
1. Penulis-penulis buku pelajaran (buku teks)
2. Pengembangan-pengembangan kurikulum
3. Pengalaman guru itu sendiri
4. Anak-anak atau siswa itu sendiri
Penuntun-penuntun kurikulum dan buku-buku teks
menyediakan suatu kerangka atau konsep-konsep yang akan diajarkan dan perilaku
siswa akan menentukan konsep-konsep lain. Pengetahuan guru tentang perkembangan
kognitif dan perkembangan bahasa itu sendiri akan menyediakan informasi
tambahan, bukan hanya untuk menentukan konsep-konsep yang diajarkan, melainkan
juga untuk menentukan tingkat-tingkat yang dapat kita harapkan dicapai oleh
para siswa.
G. Merencanakan Pelajaran
Proses belajar mengajar perlu direncanakan
agar dalam pelaksanaannya pembelajaran berlangsung dengan baik dan dapat
mencapai hasil yang diharapkan. Dalam merencanakan, guru harus memutuskan
tingkat pencapaian konsep yang mana yang dapat diharapkan dari para siswa.
Analisis konsep dapat menolong guru dalam hal ini, dan memilih materi pelajaran
yang akan diberikan.
1. Menentukan tingkat pencapaian konsep
Tingkat pencapaian konsep yang diharapkan dari
siswa, tergantung pada kompleksitas dari konsep dan tingkat perkembangan
kognitif dari siswa. Tingkat pencapaian formal dapat diharapkan bila pengajaran
yang tepat diberikan pada siswa-siswa pada periode operasional formal.
Tingkat-tingkat pencapaian konsp yang diharapkan tercermin dari tujuan-tujuan
pengajaran yang dirumuskan bagi para siswa.
2. Analisis konsep
Analisis konsep merupakan suatu prosedur yang
dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutan-urutan pengajaran
bagi pencapaian konsep. Untuk melakukan analisis konsep, guru hendaknya
memperhatikan hal-hal berikut :
a. Nama konsep
Orang dapat membentuk konsep-konsep tanpa
memberi nama pada konsep itu, terutama pada tingkat konkret dan tingkat
identitas. Tetapi, setelah mereka masuk sekolah mereka diberi pelajaran tentang
nama-nama konsep yang telah diterima secara luas.
b. Atribut-atribut kriteria dan variabel
konsep
Atribut-atribut criteria suatu konsep adalah
ciri-ciri konsep yang perlu untuk membedakan contoh-contoh dan
noncontoh-noncontoh, dan untuk menentukan apakah suatu objek baru merupakan suatu
contoh dari konsep. Atribit-atribut variabel konsep ialah ciri-ciri yang
mungkin berbeda di antara contoh-contoh tanpa mempengaruhi inklusi dalam
kategori konsep itu.
c. Definisi konsep
Pada tingkat formal, siswa dapat belajar
konsep melalui definisi yang diberikan. Kemampuan untuk menyatakan suatu
definisi dari suatu konsep dapat digunakan sebagai suatu criteria bahwa siswa
telah belajar konsep itu.
d. Contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh
Dengan membuat daftar dari atribut-atribut
dari suatu konsep, pengembangan konsep-konsep dan nonkonsep-nonkonsep dapat
diperlancar.
e. Hubungan konsep pada konsep-konsep lain :
superordinat, koordinat, dan subordinat.
Untuk sebagian besar konsep-konsep, kita dapat
mengembangkan suatu hiarki dari konsep-konsep yang berhubungan yang
memperlihatkan bagaimana suatu konsep terkait pada konsep-konsep lain.
DAFTAR PUSTAKA
Arsianah, Rinda. 2008. Konsep Belajar dalam
Dunia Pendidikan. http://pkab.wordpress.com. Diakses pada tanggal 18 september
2011.
Fataruba, Hayatuddin. 2010. Pengertian Teori
dan Konsep Belajar. http://taliabupomai.blogspot.com
Sofa, Pakde. 2008. Teori Belajar Konsep dan
Strategi Penerapannya Dikelas. http://massofa.wordpress.com. Diakses pada
tanggal 18 september 2011.
Suciptoardi. 2011. Perencanaan pembelajaran
sejarah. http://www. Viva Historia, Jas Merah.com. Diakses pada tanggal 19
september 2011.
Syamrilaode. 2010. Tingkat-tingkat Pencapaian
Konsep. http://www. shvoong.com . Diakses pada tanggal 19 september 2011.
Wilis, Dahar Ratna, 1988. Teori-Teori Belajar.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar