ADMINISTRASI
PENDIDIKAN
“Organisasi
dan Kelembagaan Pendidikan”
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas makalah Mata Kuliah
Administrasi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dra. Raudhah, M.Pd
Disusun oleh :
Diah Fajriah S.M : 1112015000008
Lisnawati : 1112015000014
PROGRAM
STUDI EKONOMI - AKUNTANSI
JURUSAN
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Lembaga pendidikan adalah suatu lembaga yang bertujuan
mengembangkan potensi manusiawi yang dimiliki anak-anak agar mampu menjalankan
tugas-tugas kehidupan sebagai manuasia, baik secara individual maupun sebagai
anggota masyarakat. Kegiatan untuk mengembangkan potensi itu harus dilakukan
secara berencana, terarah dan sistematik guna mencapai tujuan tertentu. Untuk
mencapai tujuan di atas diperlukan suatu organisasi lembaga pendidikan.
Keberhasilan suatu lembaga pendidikan dapat ditentukan berdasarkan suatu kriteria-kriteria
tertentu. Pengorganisasian suatu lembaga pendidikan tergantung pada beberapa
aspek antara lain: jalur, jenjang, dan jenis organisasi lembaga pendidikan yang
bersangkutan.
Organisasi sekolah dilihat dari jenjangnya terdapat : jenjang pra
sekolah, Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingat
Pertama/ Sekolah Menengah Pertama (SLTP/SMP), Sekolah Menengah Umum/ Sekolah
Menengan Atas (SMU/SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) serta perguruan
Tinggi. Dilihat dari jenis ada dua yaitu sekolah umum dan sekolah kejuruan,
dilihat dari penyelenggara pendidikannya, terdapat sekolah negeri dan sekolah
swasta.
Pada era globalisasi, lembaga pendidikan harus dapat mencetak
“leader-leader” yang tangguh dan berkualitas. “Leader–leader” pada masa yang
akan datang harus dapat mengubah pola pikir untuk menyelesaikan sesuatu dengan
kekuatan manusia (manpower) menjadi pola pikir kekuatan otak (mindpower).
Konsep pendidikan juga harus dapat menghasilkan out put lembaga pendidikan yang
dapat menciptakan “corporate culture”, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan norma–norma yang berlaku masa itu dan pada gilirannya tumbuh kreativitas
dan inisiatif, sehingga munculah peluang baru (new opportunity). Out put
pendidikan dimasa datang juga diharapkan dapat memandang manusia bukan sebagai
pekerja tetapi sebagai mitra kerja dengan keunggulan yang berbeda. Dengan
demikian, seorang leader yang keluar dari persaingan global, harus dapat
memandang manusia sebagai manusia, bukan pekerja
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud organisasi lembaga pendidikan?
2.
Bagaimanakah
jalur,jenjang dan jenis organisasi lembaga pendidikan?
3.
Bagaimanakah
kriteria keberhasilan organisasi lembaga pendidikan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui
organisasi lembaga pendidikan
2. Mengetahui jalur,
jenjang, dan jenis organisasi lembaga pendidikan
3. Mengetahui
kriteria keberhasilan organisasi lembaga pendidikan
1.4 Manfaat
Penulisan
Pada
penulisan ini terdapat bebrapa manfaat, yaitu :
1.
Sebagai bahan kajian bagi pembaca
agar mengetahui tentang organisasi dan kelembagaan pendidikan
2.
Sebagai bekal wawasan dan
pengetahuan penulis dalam mengembangkan kemampuan berpikir dan belajar tentang
penting organisasi dan kelembagaan pendidikan
3.
Sebagai referensi dan informasi bagi
penulis selanjutnya yang akan menulis masalah serupa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Organisasi
Organisasi adalah suatu
pemerintahan, suatu agen atau lembaga dan suatu system tugas. Suatu organisasi
seperti organisme, masing-masing sel berisi gambaran tertentu, parsial dan
berubah tentang dirinya dalam hubungannya dengan keseluruhan. Seperti organisme,
praktek organisasi berasal dari sel-sel yang sangat abstrak. Organisasi adalah
suatu alat tentang cara individu menggambarkan organisasi. Beberapa ahli
mengungkapkan tentang definisi organisasi diantaranya:
·
Louis A. Allen (1960)
Pengorganisaasian
adalah proses mengatur dan menghubungankan pekerjaan yang harus dilakukan,
sehingga tugas organisasi dapat diselesaikan secara efektif dan efisien oleh
orang-orang.
·
Edgar Schein (1973)
“An organization is the
rational coordination of the activity of the number of people for the
achievement of some common explicit of labor and function, and through a
hierarchy of outhority and responsibility”. (Suatu organisasi adalah koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang
untuk mencapai beberapa tujuan umum dari tenaga kerja dan fungsi, serta dengan
tingkatan hirarki dan tanggungjawab).
·
Ananda W.P Guruge
(1977)
“Organization is
difened as arranging a complex of tasks into manageable units and defining the
formal relationship among the people who are assigned the various tasks”. (Organisasi didefinisikan sebagai tatanan tugas yang kompleks yang
dikelola oleh suatu unit dan mendeskripsikan hubungan formal antara orang-orang
yang ditugaskan berbagai macam tugas).
·
SB Hri Lubis (1987)
Terdapat kesamaan
pengertian dari keseluruhan definisi organisasi yaitu pada dasarnya organisasi
sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi
menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi
dan tugasnya masing-masing, yang sebagai suatu kesatuan mempunyai tujuan
tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga dapat dipisahkan secara
tegas dari lingkunagnnya.
·
Robbins (1996)
Organisasi dipandang
pula sebagai satuan sosial yang dikoordinasi secara sadar, yang tersususn atas
dua orang atau lebih, yang berfungsi atas dasar yang relatif terus- menerus
untuk mencapai suatu tujuan atau seperangkat tujuan bersama.
·
Sutarto (1998)
Organisasi adalah
sistem saling berpengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan tertentu.
·
Gibson, Ivancevich, dan
Donnelly (1996:6)
organisasi sebagai “
Wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak
dapat dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri”.
Pada intinya dapat
disimpulkan bahwa organisasi adalah koordinasi atau secara rasional kegiatan
sejumlah orang untuk mencapai tujuan bersama yang dirumuskan secara eksplisit,
melalui peraturan dan pembagian kerja serta melalui hierarkhi kekuasaan dan
tanggung jawab. Organisasi dapat didefinisikan dengan bermacam cara yang pada
intinya mencakup berbagai faktor yang menimbulkan organisasi yaitu kumpulan
orang, ada kerjasama, dan tujuan yang telah ditetapkan yang merupakan sistem
yang saling berkaitan dalam kebulatan.
2.2
Aspek-Aspek Organisasi
Aspek organisasi adalah
komponen-komponen yang ada dalam organisasi. Keberadaan komponen ini menjadi
pilar dalam suatu organisasi. Jadi jika salah satu komponen tidak berfingsi,
maka organisasi akan pincang atau sama sekali tidak berjalan. Dalam pandangan
system organisasi mengalami entrophy, yaitu dimana keadaan organisasi dalam
keadaan hancur. Dalam organisasi, sedidaknya memilki tiga komponen utama yaitu
:
- Misi adalah alasan
utama keberadan organisasi.
- Tujuan adalah
divisi-divisi fungsional organisasi yang menghubungkan dengan stakeholder
organisasi.
- Objektif adalah
hasil sasaran yang spesifik, terukur dan terkait dengan tujuan.
- Behavior
(perilaku) adalah mengacu pada produkivitas tugas-tugas rutin
pegawai.
2.3
Jenis-Jenis Organisasi
Perkembangan kajian
organisasi diawali dari kajian organisasi sebagai organisasi formal yaitu
organisasi yang didesain untuk mencapai tujuan bersama. Perkembangan ini terus
berlangsung dan berbagi studi keorganisasian terus dilakukan. Organisasi formal
adalah organisasi yang dicirikan oleh struktur organisasi.
Keadaan struktur
organisasi adalah yang membedakan organisasi formal dan informal. Interaksi
antara organisasi formal pasti akan menghasilkan sebuah hubungan yang tidak
saja hubungan struktural terlebih pada organisasi persekolahan, dimana kekeluargaan
menjadi salah satu landasan perilakunya. Keberadaan organisasi informal dapat
dilihat dari 3 karakteristik, yaitu :
norma prilaku, tekanan untuk menyesuaikan
diri, dan kepemimpinan informal.
1. Organisasi Formal
Organisasi formal
adalah organisasi yang dicirikan oleh struktur organisasi. Keberadaan struktur
organisasi menjadi pembeda utama antara organisasi formal dan organisasi
informal. Stuktur dalam organisasi formal dimaksudkan untuk menyediakan
penugasan kewajiban dan tanggung jawab kepada personil dan untuk membangun
hubungan tertentu diantara orang-orang yang pada berbagai kedudukan. (Oteng
Sutisna,1993:207) sekolah dasar merupakan sebuah contoh organisasi formal.
a) Kedudukan. Struktur menggambarkan letak/posisi setiap orang dalam
organisasi tanpa kecuali. Kedudukan seseorang dalam struktur organisasi
mencerminkan sejumlah kewajban sebagai bagian dari upaya pencapaian tujuan dan
hak-hak yang dimiliki secara formal dalam posisi dan kedudukannya.
b) Hierarki kekuasaan. Struktur digambarkan sebagai suatu rangkaian hubungan
antara satu orang dengan orang lainnya dalam suatu organisasi. Rangkaian
hubungan ini mencerminkan suatu hirarki kekuasaan yang inheren dalam setiap
kedudukan.
c) Kedudukan garis dan staf. Organisasi garis menegaskan struktur pengambilan
keputusan, jalan permohonan dan saluran komunikasi resmi untuk melaporkan
informasi dan mengeluarkan instruksi, perintah, dan petunjuk pelaksanaan.
2. Organisasi nonformal
Interaksi antaradua
orang dalam organisasi formal pasti akan menghasilkan sebuah perkembangan
hubungan yang tidak saja hubungan struktural, lebih pada organisasi
persekolahan, dimana kekeluargaan menjadi salah satu landasan perilakunya.
Perkembangan hubungan dari interaksi orang dalam organisasi ini akan mengikat
secara kuat sentimen-sentimen dan komitmen setiap orang, sehingga muncul empati
dan simpati satu sama lain. Hubungan inilah yang terus tumbuh selama organisasi
formal itu ada yang dinamakan organisasi nonformal. Hubungan interaksi ini
tidak berstruktur sebagaimana struktur organisasi formal.
Norma prilaku adalah
standar prilaku yang diharapkan menjadi prilaku bersama yang ditetapkan oleh
kelompok dalam kesepakatan social , sehingga sanksinya pun sanksi social.
Tekanan untuk menyesuaikan diri akan muncul apabila seseorang akan bergabung
dengan suatu kelompok informal. Menggabungkan diri dengan suatu kelompok
tidak sekedar menggabungkan diri secara fisik dalam kumpulan, tetapi
melibatkan sosio-emosional individu-individu dalam organisasi informal
tersebut.
2.4
Dimensi Struktur
Organisasi
Dalam kacamata para
ahli organisasi, dimensi struktur organisasi memilliki keragaman pandangan,
bahkan dikatakan tidak ada kesepakatan umum diantara para teoritikus mengenai
apa yang diartikan sebagai struktur organisasi. (Robbins, 1994:91). Lebih jauh Robbins
menyimpulkan bahwa para teorotikus pada umumnya setuju dengan dimensi struktur
organisasi tetepi tidak setuju dengan daefinisi-definisi operasionalnya.
Dalam konteks ini
Robbins mengemukakan tiga komponen yang menjadi dimensi struktur organisasi, yaitu
kompleksitas, formalisasi dan sentralisasi.
a. Kompleksitas
Kompleksitas adalah
tingkat diferensiasi (perbedaan) yang ada di dalam sebuah organisasi (Robbins,
1994:91. Diferensiasi dapat dilihat secara horizontal, vertical, dan spasial.
Diferensiasi sosial
adalah perbedaan antara unit-unit berdasarkan orientasi para anggotanya, sifat
dari tugas yang mereka laksanakan, tingkat pendidikan, dan pelatihan pegawai.
Dengan kata lain, semakin banyak pekerjaan yang harus dilakukan pegawai di
dalam organisasi, maka semkin pula organisasi tersebut. Kondisi ynata dari
diferensiasi horizontal adalah spesialisasi dan departementalisasi.
Spesialisai merupakan
pengelompokan aktivitas tertentu yang dilakukan satu individu. Spesialisasi
terdiri dari spesialisasi fungsional dan sosial. Spesialisasi fungsional
dicirikan oleh pekerjaan yang terpecah-pecah menjadi tugas yang sederhana dan
berulang-ulang. Spesialisai sosial dicirikan oleh individu yang dispesialisasi,
bukan pekerjaannya dan pekerjaan tidak bersifat rutin. Departementalisasi
adalah cara organisasi secara khas mengkoordinasikan aktivitas yang telah
dibedakan secara horizontal.
b. Formalisasi
Formalisasi adalah
tingkat sejauhmana pekerjaan di dalam organisasi distandarkan. Konsekuensinya
adalah pemegang pekerjaan hanya mempunyai sedikit kebebasan mengenai apa yang
harus dikerjakan, dan bagaimana ia harus melakukannya.
Formalisasi penting
karena standarisasi perilaku akan mengurangi keanekaragaman. Standarisasi juga
mendorong koordinasi dan penghematan. Organisasi yang melakukan standarisasi
akan memiliki berbagai manual organisasi, seperti manual akuntansi manual
pesonalia, manual dikalt dan sebagainya. Rumah makan Ampera merupakan salah
satu contoh dari formalisasi (standarisasi).
Teknik-teknik yang
dapat digunakan untukn melakukan standarisasi perilaku pegawai adalah seleksi
(yang efektif) ; persyaratan peran (analisis yang tepat); peraturan, prosedur
dan kebijaksaaan; pelatihan; dan ritual (bagian dari budaya organisasi.
c. Sentralisasi
Sentralisasi adalah
tingkat dimana pengambilan keputusan dikonsentrasikan pada suatu titik tunggal
dalam organisasi. Konsentrasi keputusan yang tinggi adalah sentralisasi yang
tinggi, sedangkan konsentralisasi keputusan yang rendah adalah sentralisasi
yang rendah atau desentralisasi.
Desentralisasi
mengurangi kemungkinan terjadinya beban informasi yang berlebihan, memberikan
tanggapan yang cepat terhadap informasi yang baru, memberi masukan yang lebih
banyak bagi sebuah keputusan, mendorong terjadinyab motivasi, dan merupakan
sebuah alat yang potensial untuk melatih para menejer dalam mengembangakan
perkembangan yang baik. Sebaliknya sentralisi menambah suatu perspektif yang
menyeluruh terhadap keputusan-keputusan dan dapat memberikan efisiensi yang
berarti. (Robbins, 1994:127)
2.5
Desain Organisasi
Desain organisasi
didasrkan pada elemen-elemen umum dalam organisasi. Mintzberg (Robbins,
1994:304) menyebutkan lima elemen umum dalam sebuah organisasi:
- The operating
core. Para pegawai yang melaksanakan pekerjaan dasar yang berhubungan
dengan produksi dari produk dan jasa. Dal;am organisasi sekolah pegawai
ini adalah guru. Guru dikatakan sebagai ujung tombak pendidikan yang
berinteraksi langsung dengan layanan jasa pembelajaran kepada peserta
didik.
- The strategic
apex. Manajer tingkat puncak yang diberi tanggung jawab keseluruhan untuk
organisasi. Pada organisasi sekolah, orang ini adalah kepala
sekolah.
- The middle line.
Para manajer yang menjadi penghubung operating core dengan strategic apec.
Dalam konteks perguruan tinggi orang-orang ini adalah para dekan yang
bertugas memfasilitasi stategic apex untuk terimplementasi pada level
jurusan.
- The techno
structure. Para analisis yang mempunyai tanggungjawab untuk melaksanakan
bentuk standarisasi tertentu dalam organisasi. Dalam konteks organisasi
pendidikan di Indonesia, masih jarang yang memiliki tenaga ini.
- The support staff.
Orang-orang yang mengisi unit staf, yang memberi jasa pendukung tidak
langsung kepada organisasi. Di persekolahan staf ini dikenal dengan dengan
tenaga administratif sekolah (TAS).
2.6
Sekolah sebagai
Organisasi Sosial
Sekolah sebagai
organisasi sekolah memandang organisasi dalam konteks sistem sosial yang
memiliki tujuan tertentu dan merupakan tujuan bersama. Organisasi sosial adalah
organisasi yang dicirikan oleh saling ketergantungan antara satu bagian dengan
bagian lainnya, kejelasan anggota, perbedaan dengan lingkungannya, hubungan
sosial yang kompleks, dan budaya organisasi yang khas.
Sekolah sebagai
oraganisasi sosial merupakan pandangan sekolah sebagai organisasi formal.
Pandangan ini akan berimplikasi pada bagaimana memperlakukan dan mengalola
sekolah. Manajemen organisasi akan diorientasikan pada bagaimana mengkondisikan
orang-orang dalam organisasi untuk dapat dinamis, saling tergantung sama lain,
memiliki hubungan yang dinamis baik dari internal maupun eksternal, dan
beradaptasi dengan membentuk budaya organisasi sekolahnya.
2.7
Jalur, jenjang dan
jenis pendidikan
Jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab IV Pasal 16)
1. Jalur pendidikan
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan
tujuan pendidikan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV pasal 31 ayat 1, 2, dan 3) Ada tiga
jalur pendidkan yang berperanan dalam pembentukan kualitas sumber daya
manuasia, yaitu terdiri atas: pendidikan formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di
sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan
yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan
tinggi. Pendidikan formal dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan masyarakat.
Semua lembaga formal
diberi hak dan wewenang oleh pemerintah untuk memberikan gelar akademik kepada
setiap peserta didik yang telah menempuh pendidikan di lembaga tersebut. Khusus
bagi perguruan tinggi yang memiliki program profesi sesuai dengan program
pendidikan yang diselenggarakan doktor berhak memberikan gelar doktor
kehormatan (doktor honoris causa) kepada individu yang layak memperoleh
penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni.
b) Jalur Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal
adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal juga disebut pendidikan
luar sekolah. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,
dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta
didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional
serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan
kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi
Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis
taklim, sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan
untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
c) Jalur Pendidikan informal
Pendidikan informal
adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar
secara mandiri. Hasil pendidikan sama dengan pendidikan formal dan nonformal
setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab IV Pasal 27 ayat 1 dan 2).
Homeschooling atau yang
di-Indonesiakan menjadi sekolah rumah, merujuk pada UU No. 20 tahun 2003
terkategori sebagai pendidikan informal. Pendidikan informal adalah pendidikan
yang dilaksanakan oleh keluarga dan lingkungan. Kedudukannya setara dengan
pendidikan formal dan nonformal.
Hanya saja, jika
anak-anak yang dididik secara informal ini menghendaki ijazah karena berniat
memasuki pendidikan formal pada jenjang yang lebih tinggi, maka peserta
pendidikan informal bisa mengikuti ujian persamaan melalui PKBM atau lembaga
nonformal sejenis yang menyelenggrakan ujian kesetaraan. Hal paling khas yang
menjadi nilai lebih pendidikan informal dibandingkan model pendidikan lainnya
adalah, kemungkinan yang lebih besar akan tergali dan terkelolanya potensi
setiap anak secara maksimal.
2. Jenjang pendidikan
Jenjang pendidikan
adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan
peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
Jenjang pendidikan
formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab IV Pasal 14)
a) Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar
merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa
sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Pendidikan dasar
berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang
sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs),
atau bentuk lain yang sederajat (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 17). Pendidikan
dasar merupakan pendidikan sembilan tahun terdiri dari program pendidikan enam
tahun di sekolah dasar dan program pendidikan tiga tahun di sekolah lanjutan
pertama (PP Nomor 28 tahun 1990).
Sebelum memasuki
jenjang pendidikan dasar, bagi anak usia 0-6 tahun diselenggarakan pendidikan
anak usia dini, tetapi bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan
dasar. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab IV pasal 28 disebutkan bahwa : Pendidikan anak
usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, dapat
diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau
informal.Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman
kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok
bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan
keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
b) Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah
merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah
terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah
(MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau
bentuk lain yang sederajat. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 18.
c) Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi
adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program
pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi berkewajiban
menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Perguruan tinggi dapat
menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi. (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab
IV Pasal 20)
3. Jenis pendidikan
Jenis pendidikan adalah
kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi,
keagamaan, dan khusus. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 15)
a) Pendidikan umum
Pendidikan umum merupakan
pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang
diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi. Bentuknya: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP),
dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
b) Pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan
merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk
bekerja dalam bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya adalah Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK).
c) Pendidikan akademik
Pendidikan akademik
merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan
terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
d) Pendidikan profesi
Pendidikan profesi
merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta
didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional. Pendidikan
kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen
atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan berfungsi
meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi
pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah
nondepartemen. Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan
formal dan nonformal.
e) Pendidikan vokasi
Pendidikan vokasi
merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki
pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang diploma 4
setara dengan program sarjana (strata 1).
f) Pendidikan keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan
pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk
dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran
agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
Pendidikan keagamaan
berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk
lain yang sejenis. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 30)
g) Pendidikan khusus
Pendidikan khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Peserta didik yang
berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa
satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam
bentuk sekolah luar biasa/SLB).
2.8
Kriteria Keberhasilan
Lembaga Pendidikan
Kemandirian sebagai
tuntuan desentralisasi pendidikan (Tim Dosen AP, 2010 : 25) pada daerah
kabupaten dan kota lebih menekankan pada kemandirian dalam mengelola dan
memberdayakan berbagai sumber daya yang dimiliki untuk mengimplementasikan
kebijakan yang sudah ditetapkan oleh otoritas pusat dan propinsi. Melihat
sumber daya yang tersedia didaerah, maka setiap daerah berbeda-beda dalam
menangani urusan pendidikan. Perbedaan ini terlihat dalam mengorganisasikan
instansi pengelola pendidikan, sedangkan untuk mengorganisasikan lembaga
penyelenggaraan pendidikan tetap menganut ketentuan nasional tentang jenis dan
jenjang pendidikan.
Pengorganisasian
sebagai proses membagi kerja ke dalam tugas-tugas yang lebih kecil, membebankan
tugas-tugas itu kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya, dan
mengalokasikan sumberdaya, serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas
pencapaian tujuan organisasi. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan sebuah
organisasi maka diperlukan kriteria keberhasilan organisasi lembaga pendidikan
(Nanang Fattah, 1996 : 71).
Kriteria keberhasilan
berfungsi untuk menentukan nilai suatu aspek dalam suatu komponen tertentu.
Pengelolaan suatu lembaga pendidikan yang efektif dan efisien merupakan syarat
mutlak keberhasilan organisasi tersebut. Tidak terkecuali lembaga pendidikan
yang juga akan semakin dituntut menjadi suatu organisasi yang tepat sasaran dan
berdayaguna. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memerlukan suatu sistem
pengelolaan yang profesional. Sebagai salah satu komponen utama dalam sistem
pendidikan, selayaknya sekolah memberikan kontribusi yang nyata dalam
meningkatkan kualitas SDM. Hal ini tidak terlepas dari seberapa baik sekolah
tersebut dikelola. Apabila sekolah dianalogikan sebagai mesin produksi, maka
kualitas output akan relevan dengan kualitas mesinnya. Keberhasilan suatu
lembaga pendidikan (sekolah) merupakan keberhasilan kepala sekolah. Kepala
sekolah yang berhasil apabila mereka memahami keberadaan sekolah sebagai
organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah
sebagai seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah. Sehingga
keberhasilan kepemimpinan pada hakikatnya berkaitan dengan tingkat kepedulian
seorang pemimpin terlibat terhadap kedua orientasi, yaitu apa yang telah
dicapai oleh organisasi (organizational achievement) dan pembinaan terhadap
organisasi (organizational maintenance). Dengan pendekatan ini, keberhasilan
seorang pemimpin dapat dikaji dengan langkah-langkah atau cara pengamatan
terhadap produk yang dihasilkan oleh proses transformasi kepemimpinannya,
seperti:
- Penampilan
kelompok
- Tercapainya tujuan
kelompok
- Kelangsungan hidup
kelompok
- Pertumbuhan
kelompok
- Kemajuan kelompok
menghadapi krisis
- Bawahan merasa
puas terhadap pemimpin
- Bawahan merasa
bertanggung jawab terhadap tujuan kelompok
- Kesejahteraan
psikologi dan perkembangan anggota kelompok
- Bawahan tetap
mendukung kedudukan dan jabatan pemimpin
- Berkaitan dengan
hasil transformasi tersebut dapat dilihat pula beberapa hal, seperti:
a) Pertumbuhan keuntungan
b) Batas minimal keuanganPeningkatan produk pelayanan
d) Target yang tercapai
e) Investasi mengalami pertumbuhan
Pembelajaran merupakan
inti dan muara segenap proses pengelolaan pendidikan. Kualitas sebuah lembaga
pendidikan juga hakikatnya diukur dari kualitas proses pembelajarannya,
disamping output dan outcome yang dihasilkan. Oleh karena itu kriteria mutu dan
keberhasilan pembelajaran seharusnya dibuat secara rinci, sehingga benar-benar
measurable and observable (dapat diukur dan diamati). Kriteria Keberhasilan
adalah :
- Obyektivitas
absolut memang diyakini tidak akan diperoleh dalam kehidupan sehari-hari,
yang diperoleh hanyalah tertekannya unsur subyektivitas seminimal mungkin.
Hal itu juga dipastikan terjadi dalam penyelenggaraan supervisi
keterlaksanaan Kurikulum 2004 di 40 SMA.
- Dalam rangka
menekan unsur subyektivitas sekaligus mengoptimalkan nilai-nilai
obyektivitas dalam proses dan hasil supervisi keterlaksanaan Kurikulum di
40 SMA, maka disiapkan kriteria kinerja/performansi/ keberhasilan semua
aspek pada semua komponen.
- Kriteria
keberhasilan berfungsi untuk menentukan nilai suatu aspek dalam suatu
komponen tertentu. Kriteria unjuk kerja langsung menentukan nilai
komponen.
- Kriteria
keberhasilan disiapkan untuk setiap aspek pada semua komponen. Formulasi
semua kriteria kinerja/kriteria performansi/indikator keberhasilan
ditentukan sesuai dengan karakteristik aspek yang dinilai.
- Kriteria
keberhasilan suatu aspek dalam suatu komponen tidak sama, baik dalam
jumlah, substansi, maupun karakteristiknya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam suatu kerangka upaya memperlancar jalannya kegiatan sekolah,
perlu adanya suatu organisasi yang memiliki struktur yang jelas untuk
pendistribusian suatu tugas dan wewenang agar semua kegiatan manajemen sekolah
dapat mendukung proses KBM ( Kegiatan Belajar Mengajar). Organisasi pendidikan
mengkoordinasi secara rasional sejumlah orang dalam membentuk institusi
pendidikan. Tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang
dapat menerapkan, mengembangkan, memperkaya khazanah ilmu pengetahuan,
teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Demikian kompleksnya
organisasi tersebut, maka dalam memberikan layanan pendidikan kepada siswa
khususnya dan masyarakat pada umumnya organisasi perlu dikelola dengan baik.
Oleh sebab itu lembaga pendidikan perlu menyadari adanya pergeseran dinamika
internal (perkembangan dan perubahan peran) dan tuntutan eksternal yang semakin
berkembang. Dalam pelaksanaan manajemen sekolah tersebut terdapat struktur
organisasi sekolah yang biasanya terdiri dari kepala sekolah yang diawasi oleh
komite sekolah, kepalasekolah dibantu oleh tata usaha, wakabid kurikulum,
wakabid kesiswaan, wakabid sarpras, wakabid humas, yang kemudian membutuhkan
penanganan coordinator BK serta peran para pengajar.
Organisasi lembaga pendidikan adalah suatu organisasi yang unik dan
kompleks karena lembaga pendidikan tersebut merupakan suatu lembaga
penyelenggara pendidikan. Tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau
profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya khanazah ilmu
pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Mulyani
A Nurhadi membedakan menjadi dua yaitu organisasi macro dan mikro.
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan
tujuan pendidikan. Ada tiga jalur pendidkan yang berperanan dalam pembentukan
kualitas sumber daya manuasia, yaitu terdiri atas: pendidikan formal,
nonformal, dan informal.
Kriteria
keberhasilan berfungsi untuk menentukan nilai suatu aspek dalam suatu komponen
tertentu. Pengelolaan suatu lembaga pendidikan yang efektif dan efisien
merupakan syarat mutlak keberhasilan organisasi tersebut. Tidak terkecuali
lembaga pendidikan yang juga akan semakin dituntut menjadi suatu organisasi
yang tepat sasaran dan berdayaguna. Sebagai salah satu komponen utama dalam
sistem pendidikan, selayaknya sekolah memberikan kontribusi yang nyata dalam
meningkatkan kualitas SDM.
B. Saran
Menurut kami Perlu ditingkatkan kualitas pendidik dalam usaha Peningkatan mutu
pendidikan. Hal ini dapat dilakukan dengan meggunakan metoda baru dalam
pelaksanaan pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar